Penulis : Dr. Heri Nugraha. SE. MSi
ABSTRAK
Dualisme organisasi koperasi sebagai organisasi perusahaan dan organisasi sosial, menimbulkan dampak bayes interpretation (ineterpretasi semu) terhadap pemahaman dan implementasi berkoperasi. Hal ini ditunjukkan oleh data dari kementerian KUMKM jumlah koperasi sampai dengan Mei tahun 2010 adalah sebanyak 106.595 unit namun dari jumlah sebanyak itu pemerintah melalui kementerian KUMKM mempunyai target untuk menurunkan 70% yakni koperasi-koperasi yang tidak produktif atau koperasi yang produktivitasnya rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah koperasi yang berkualitas sangat kecil yakni sekitar 30% atau hanya sebanyak 31.979 unit koperasi di seluruh Indonesia. Dengan melihat fakta tersebut dikhawatirkan dalam jangka panjang akan menggerus semangat masyarakat untuk berkoperasi, sehingga perlu segera di susun langkah-langkah strategis untuk jalan keluar dari permasalahan ini. Modal Sosial sebagai perekat yang memperkokoh jalinan hubungan antar anggota sebagai basis yang akan memperkuat kebersamaan dalam mencapai kepentingan dan tujuan ekonomi, sehingga penggunaan modal ekonomi akan efektif dan efisien, penguatan modal sosial akan menghilangkan trade off yang terjadi dalam organisasi koperasi sebagai sebuah organisasi sosio ekonomi. Bergabungnya anggota dalam koperasi bukan hanya karena kepentingan ekonomi yang sama semata saja, namun juga ada kesamaan dalam kepentingan sosial yang akan lebih merekatkan hubungan antar pribadi
I. Latar Belakang
Perubahan paradigma sistem perekonomian dunia yang mengarah pada liberalisasi perdagangan, telah membawa Indonesia memasuki era baru dalam sistem perekonomian. Beberapa fakta menunjukkan bahwa sistem perekonomian Indonesia, mau tidak mau harus berubah mengikuti perkembangan jaman, contohnya adalah pada kurun waktu 1997 an di mana perekonomian kita dituntut untuk berubah secara fundamental, melalui amandemen terhadap pasal 33 UUD 1945, yang kemudian memunculkan reformasi dalam sistem perekonomian Indonesia, juga dalam sistem politik, seperti pernah dikemukakan oleh Widjojo Nitisastro.dalam buku The Socio-Economic Basis of the Indonesian State(1959), menyatakan bahwa sistem politik akan mewarnai sistem sosial dan sistem ekonomi Indonesia. Sehingga perlu kita amankan bersama amanah dari pasal 33 UUD 1945, terutama dalam implementasi dari kata Usaha Bersama dan Kekeluargaan yang nota bene adalah Koperasi, namun demikian kejelasan dan fokus pengembangan Koperasi perlu segera ditegaskan agar tidak terjadi trade off kepentingan antara kepentingan sosial dan kepentingan ekonomi suatu organisasi koperasi. Komitmen terhadap amanah UUD 1945 telah melahirkan pemikiran-pemikiran dalam pengembangan Koperasi di Indonesia, seperti lahirnya IKOPIN sebagai sebuah Perguruan Tinggi yang berbasis perkoperasian. Terdapat berbagai konsep tentang koperasi, dan salah satu konsep yang dijadikan acuan untuk pengembangan Koperasi di Indonesia adalah, konsep yang dikemukakan oleh A. Hanel (1989) yaitu Koperasi sebagai sebuah Organisasi Sosio – Ekonomi. Seperti telah disebutkan di atas, bahwa pada implementasinya terdapat trade off kepentingan, antara kepentingan sosial dan kepentingan ekonomi sehingga terkadang koperasi seperti sebuah organisasi nirlaba atau bahkan sering dipakai sebagai sebuah alat politik untuk mencapai kepentingan-kepentingan politik. Padahal sudah jelas bahwa koperasi adalah sebuah organisasi perusahaan yang berorientasi pada laba. Melihat kenyataan dari timbulnya trade off, yang barangkali menjadi salah satu faktor penghambat berkembangnya bisnis koperasi di Indonesia, maka ada baiknya jika mencoba untuk mulai menelaah kembali tentang konsep koperasi sebagai sebuah organisasi sosio ekonomi dan harus disesuaikan dengan perkembangan kondisi saat ini. Dualisme organisasi koperasi sebagai organisasi perusahaan dan organisasi sosial, menimbulkan dampak bayes interpretation (ineterpretasi semu) terhadap pemahaman dan implementasi berkoperasi. Hal ini ditunjukkan oleh data dari kementerian KUMKM jumlah koperasi sampai dengan Mei tahun 2010 adalah sebanyak 106.595 unit namun dari jumlah sebanyak itu pemerintah melalui kementerian KUMKM mempunyai target untuk menurunkan 70% yakni koperasi-koperasi yang tidak produktif atau koperasi yang produktivitasnya rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah koperasi yang berkualitas sangat kecil yakni sekitar 30% atau hanya sebanyak 31.979 unit koperasi di seluruh Indonesia. Dengan melihat fakta tersebut dikhawatirkan dalam jangka panjang akan menggerus semangat masyarakat untuk berkoperasi, sehingga perlu segera di susun langkah-langkah strategis untuk jalan keluar dari permasalahan ini.
Berdasarkan pada tiga alinea di atas, maka sinergitas antara modal sosial sebagai penopang dari modal ekonomi anggota koperasi diharapkan dapat mempertegasmembers positioning (posisi anggota) dalam kerangka koperasi sebagai organisasi sosial sekaligus ekonomi, sehingga tidak terjadi trade off kepentingan dalam tubuh koperasi, diharapkan akan terbentuk koperasi-koperasi yang mempunyai produktivitas tinggi.
II. Pendekatan Masalah
1. Konsep Koperasi Sebagai Organisasi Sosio Ekonomi
Menurut Hanel (1989) suatu organisasi kerjasama ekonomi dapat disebut koperasi, apabila memenuhi kriteria-kriteria pokok sebagai berikut :
Ada sejumlah indvidu yang bersatu ke dalam suatu kelompok atas dasar sekurang kurangnya karena ada satu kepentingan ekonomi yang sama dan kemudian disebut dengan kelompok koperasi (Cooperative Group);
Anggota-anggota kelompok koperasi bertekad mewujudkan pencapaian tujuan atau kepentingan (yang sama itu) secara lebih baik melalui usaha-usaha bersama dan saling membantu atas dasar kekuatannya sendiri yang disebut swadaya koperasi (Self Help Cooperative)
Sebagai alat untuk mewujudkan pencapaian tujuan atau kepentingan kelompok tersebut kemudian dibentuklah perusahaan yang didirikan, dimodali, dibiayai, dikelola, diawasi dan dimanfaatkan sendiri oleh para anggotanya dan perusahaan ini disebut perusahaan koperasi/unit usaha koperasi (Cooperative Enterprise)
Tugas pokok perusahaan koperasi adalah menyelenggarakan pelayanan-pelayanan barang dan jasa yang dapat menunjang perbaikan perekonomian rumah tangga
2. Konsep Kluster M Porter dan Dong Sung Cho
Dari pengalaman di beberapa negara seperti di Italia, Chili, India dan lainnya, strategi yang dilakukan untuk peningkatan produktivitas adalah dengan pendekatan klaster. Untuk itu maka perlu dirujuk beberapa definisi tentang klaster, menurut Porter (1998), klaster merupakan konsentrasi geografis perusahaan dan institusi yang saling berhubungan pada sektor tertentu.
Klaster mendorong industri untuk bersaing satu sama lain, untuk menciptakan daya saing Porter merumuskan 4 faktor yang saling terkait yaitu :
Kondisi Faktor (Input)
KondisiPermintaan
Strategi perusahaan, struktur dan persaingan dan
Industri terkait dan pendukung, Selain itu terdapat pengaruh dari pemerintah dan peluang-peluang perubahan.
NAMA KELOMPOK :
ANGIE RIYANTI RINNUS (29210187)
APRIYANI PUSPA SARI (20210972)
FITRI SABRINA (22210840)
INTAN ARDITHA (23210558)
OLIVIA CINDY AGUSTINA (25210276)
YUNIANTI TRI ANI ASTUTI (28210776)
RIFQA SARI ADLY (25210937)
ANGIE RIYANTI RINNUS (29210187)
APRIYANI PUSPA SARI (20210972)
FITRI SABRINA (22210840)
INTAN ARDITHA (23210558)
OLIVIA CINDY AGUSTINA (25210276)
YUNIANTI TRI ANI ASTUTI (28210776)
RIFQA SARI ADLY (25210937)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar