Minggu, 24 April 2011

TUGAS 3


1. Jelaskan dengan singkat yang dimaksud dengan:
         a.   Pertumbuhan dan kesenjangan
Ø  Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Ada tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam definisi tersebut, yaitu : (1) proses, (2) output per kapita, dan (3) jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses, bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat.
Ø  Kesenjangan ekonomi adalah terjadinya ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
                               
         b.  Kemiskinan
                                Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.

2. Sebutkan dan jelaskan factor-faktor penyebab kemiskinan?
       Pada umumnya di Negara Indonesia faktor-faktor penyebab kemiskinan adalah
  • Laju pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkat setiap 10 tahun menurut hasil sensus penduduk. Meningkatnya jumlah penduduk membuat Indonesia semakin terpuruk dengan keadaan ekonomi yang belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak sebanding jumlah beban ketergantungan. Penghasilan yang minim ditambah dengan banyaknya beban ketergantungan yang harus ditanggung membuat penduduk hidup di bawah garis kemiskanan.
  • Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran. Secara garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagi tenaga kerja ialah penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda disetiap negara yang satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Jadi setiap orang atausemua penduduk berumur 10 tahun tergolong sebagai tenaga kerja. Sisanya merupakan bukan tenaga kerja yang selanjutnya dapat dimasukan dalam katergori ketergantungan.
  • Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan. Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya. Pemerintah perlu memikirkan kembali perihal ketepatan keputusan menggunakan industrialisasi sebagai jalur pembangunan karena akan sangat berdampak bagi pendapatan penduduk dan selanjutnya  kemiskinan.
  • Tingkat pendidikan yang rendah. Rendahnya kualitas penduduk juga merupakan salah satu penyebab kemiskinan di suatu negara. Ini disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tenaga kerja. Untuk adanya perkembangan ekonomi terutama industri, jelas sekali dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja yang mempunyai skill atau paling tidak dapat membaca dan menulis.
  • Kurangnya perhatian dari pemerintah. Pemerintah yang kurang peka terhadap laju pertumbuhan masyarakat miskin dapat menjadi salah satu faktor kemiskinan. Pemerintah tidak dapat memutuskan kebijakan yang mampu mengendalikan tingkat kemiskinan di negaranya.

3. Sebutkan dan jelaskan program pemerintah saat ini untuk menanggulangi kemiskinan di indonesia?
1.       Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-MANDIRI) merupakan ekspansi dan integrasi program-program penanggulangan kemiskinan.
2.       Program Pengembangan Bahan Bakar Nabati (EBN).  Program ini dimaksudkan untuk mendorong kemandirian penyediaan energy terbarukan dengan menumbuhkan “Desa Mandiri Energi”.
3.       Program Keluarga Harapan (PKH),berupa bantuan khusus untuk pendidikan dan kesehatan.
4.       Program pemerintah lain yang bertujuan meningkatkan akses masyarakat miskin kepada sumber permodalan usaha mikro dan kecil, listrik perdesaan, sertifikasi tanah, kredit mikro, dan lain-lain.
5.       Mengurangi kesenjangan antar daerah dengan; (i) penyediaan sarana-sarana irigasi, air bersih dan sanitasi dasar terutama daerah-daerah langka sumber air bersih. (ii) pembangunan jalan, jembatan, dan dermaga daerah-daerah tertinggal. (iii) redistribusi sumber dana kepada daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah dengan instrumen Dana Alokasi Khusus (DAK) .

Rabu, 13 April 2011

Mengatasi Pengangguran Di Indonesia

Kita tahu bahwa Untuk mendukung perkembangan investasi di bidang industri diperlukan tenaga kerja yang kompeten dibidangnya agar produktifitas perusahaan menjadi meningkat. Namun denmikian terkadang perusahaan dihadapkan pada ketimpangan antara skill yang dimiliki oleh karyawan dengan skill yang dibutuhkan oleh perusahaan. selain itu, penggunaan teknologi juga memungkinkan terjadinya efisiensi penggunaan tenaga kerja karena tenaga manusia digantikan dengan mesin. dampaknya terjadi out shourching, sehingga terjadi pengangguran yang sangat besar . dikatakan pengangguran yang terjadi sangat besar karena pengangguran selain karena adanya program out shourching juga karena adanya lulusan baru dari tiap jenjang pendidikan mulai dari tingkat SD sampat perguruan tinggi.

Dari sekitar 10,6 juta orang penganggur, 31,75 persen diantaranya berpendidikan sampai dengan tamat sekolah dasar (SD), kemudian 26,75 persen tamat sekolah lanjutan pertama (SLTP), 36,44 persen tamat sekolah lanjutan atas (SLA), 2,68 persen tamat Diploma, dan 3,38 persen tamat sarjana.
Dari data tersebut diketahui bahwa mayoritas tenaga kerja Indonesia berpendidikan SD, maka untuk meningkatkan produktivitas perlu diupayakan peningkatan kompetensinya melalui pelatihan kerja di Balai Latihan Kerja (BLK) yang ada, oleh karena itu revitalisasi BLK di seluruh Indonesia perlu dilakukan.

Timbulnya masalah baru di bidang ketenagakerjaan di era global sangat mungkin terjadi. Untuk itu diperlukan strategi pembinaan ketenagakerjaan menyangkut upaya peningkatan penempatan dan perlindungan tenaga kerja, yang sudah disusun untuk mengatasi berbagai permasalahan ketenagakerjaan yang ada serta dalam rangka mengantisipasi berbagai hal kemungkinan terburuk yang terjadi

alternatif penyelesaian masalah pengangguran diatas selain pelatihan keterampilan di BLK adalah dengan memberikan ruang gerak yang lebih kepada sektor non-publik untuk ikut berpartisipasi aktif dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat secara proporsional, dengan memberikan program padat karya, bantuan pendirian UKM/UMKM

Aplikasinya sebaiknya pemerintah bekerjasama dengan pihak Bank untuk memberikan kridit lunak, kepada sektor UKM/UMKM. Dengan cara kredit lunak bagi sektor UMKM. dengan demikian agkatan kerja selain terserap pada sektor formal, juga terserap pada sektor UKM/UMKM sehigga diharapkan angka pengangguran di indonesia akan terus berkurang



Strategi dan Rencana Pembangunan Perekonomian Indonesia

Setelah melewati masa-masa krisis yang cukup membuat perekonomian Indonesia terpuruk, yaitu krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun 90-an, Indonesia mulai bangkit memperbaiki dan membangun sistem perekonomian yang lebih baik.

Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia diikuti dengan krisis politik yang turut carut marut pada masa itu, namun banyak pengamat yang yakin bahwa Indonesia masih potensial untuk pulih kembali walaupun memakan waktu yang panjang.

Untuk melaksanakan rencana pembangunan perekonomian, tentunya dibutuhkan strategi dan konsep perencanaan yang serasi dengan pelaksanaannya dikemudian hari.

Ada beberapa strategi yang harus diterapkan untuk membangun perekonomian, dan bisa menjadi referensi dan acuan untuk strategi pembangun perekonomian di Indonesia, yaitu:

1. Mensosialisasikan dan melakukan transparansi langkah-langkah pembangunan.
Dengan hal ini, rakyat akan tau program yang akan pemerintah buat, setelah itu mereka akan memberikan tanggapannya, tentunya dengan adanya feed back 2 arah dari rakyat, tidak akan ada kesalahpahaman dikemudian hari atas kebijakan yang ditempuh pemerintah.

2. Membersihkan Lembaga Pemerintah
Sudah seharusnya pemerintah selektif dalam memilih siapa-siapa saja yang bekerja untuk pemerintahan, apabila ada pekerja yang menyia-nyiakan waktu dan tidak kompeten sebaiknya segera diganti demi efisiensi.

3. Menindas Tindakan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)
Salah satu parasit yang terus menghantui pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah tindakan KKN. Tindakan tersebut menjadi pemangsa yang paling ampuh dalam menggerogoti akar dari sistem ekonomi yang ada.

4. Menekan tingkat Inflasi
Inflasi yang tinggi membuat masyarakat enggan berinventasi. Mereka akan lebih senang menyimpan uangnya di Bank karena memberikan bunga besar, hal ini justru tidak membuat perkembangan ekonomi, karena dengan investasi akan membuat semakin banyak modal yang beredar di setiap sektor pekerjaan.

5. Reformasi Pemerataan pendapatan
Pemberian upah sesuai tingkat pekerjaan yang dilakukan masyarakat tentunya harus standar dan sesuai. Saat ini UMR (Upah Minimum Regional) yang terbesar ada di kota Jakarta. Hal ini membuat masyarakat lebih tertarik bekerja di Jakarta, dan membuat sebagian daerah-daerah tertinggal dan seakan mati.

6. Memaksimalkan Sektor Padat Karya
Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, namun tidak tersentuh dengan tenaga-tenaga ahli, contohnya sektor industr, bahan sudah tersedia di alam, namun keterbatasan modal dan tenaga ahli yang membatasinya.

7. Mengoptimalkan sumber daya manusia untuk menjadi tenaga kerja yang terampil dan mandiri
Disamping sumber daya alam, Indonesia juga memiliki tingkat jumlah penduduk yang besar, mereka seharusnya diberikan pelatihan dan pendidikan guna menciptakan lapangan pekerjaan mandiri.


Perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia

Sistem ekonomi berbasis Syariah, belakangan ini makin populer bukan hanya di negara-negara Islam tapi juga negara-negara barat. Ditandai dengan makin suburnya bank-bank yang menerapkan konsep syari'ah, bukan tidak mungkin suatu saat seluruh aspek perekonomian akan berbasiskan syariah. Ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam yang diterapkan dalam perekonomian bisa diterima di berbagai kalangan, karena sifatnya yang universal dan tidak eksklusif. Nilai-nilai itu misalnya keadilan dan perlakuan yang sama dalam meraih kesempatan berusaha.

Konsep ekonomi yang Islami sebenarnya sudah ada sejak lama, bahkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW yang menerapkan etika dalam berdagang. Perkembangan sistem ekonomi Islami ini terhenti seiring dengan makin menguatnya kelompok sosialis dan kapitalis di Eropa. Namun seiring perjalanan waktu dan runtuhnya komunis, pemikiran untuk menerapkan sistem perekonomian yang Islami muncul kembali sebagai konsep alternatif. Dan terbukti, konsep ekonomi Islam yang mengedepankan kejujuran dan keadilan ini bisa diterima, dan kini sedang mengalami perkembangan yang pesat.

Ekonomi Islam atau lebih dikenal dengan sebutan ekonomi syariah yang kini kian tumbuh dan berkembang begitu signifikan, tentunya keadaan ini membawa kabar gembira bagi umat Islam. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan ekonomi syariah melaju begitu cepat. Perkembangan ekonomi syariah tidak hanya terjadi di Indonesia akan tetapi hampir di sebagian besar negara di Asia, Afrika, Australia, dan Amerika. Bahkan bisa dibilang Indonesia telah jauh tertinggal jika dibandingkan negara-negara lain di Asia, Afrika, dan Eropa. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari peran serta masyarakatnya dalam berkontribusi dan berpartisipasi dalam mengembangkan ekonomi syariah. Di samping itu yang tidak bisa abaikan adalah peran serta pemerintah, terutama dalam menciptakan regulasi. Dengan demikian wajar bila perkembangan ekonomi syariah di negara-negara tersebut lebih agresif jika dibandingkan dengan Indonesia.
Di Indonesia konsep ekonomi syariah mulai dikenal ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia, pada tahun 1991. Namun pada saat itu, kehadiran bank berbasis syariah ini belum mendapatkan perhatian yang luas dari masyarakat. Baru beberapa tahun belakangan ini, apalagi setelah MUI mengeluarkan fatwa haram terhadap bunga bank, bank berbasis Syariah mulai bermunculan, diikuti dengan munculnya lembaga keuangan berbasis syariah lainnya, seperti asuransi syariah yang memang belum menjamur seperti bank syariah. Dan juga Di indonesia perkembangan ekonomi syariah dapat dikatakan baru memulai masanya bila dibandingkan dengan perkembangan ekonomi konvensional yang sudah jauh berkembang. Namun di masa inilah justru ekonomi syariah akan menjadi pioneer yang akan membawa perekonomian rakyat jauh lebih baik. Karena jelas bahwa ekonomi syariah adalah ekonomi yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadis Nabi saw. Sebagai bukti riil di masyarakat, perkembangan ekonomi syariah ditunjukan dengan munculnya lembaga-lembaga keuangan syariah baik itu Bank Syariah, Asuransi Syariah, BPR Syariah, BMT, Tabung Wakaf, dan lain sebagainya. Dan yang baru-baru ini adalah semakin banyaknya Bank umum/konvensional yang membuka divisi syariah atau yang sering disebut dengan Unit Usaha Syariah (UUS) yang dapat melayani transaksi berdasakan akad-akad syariah. Tentunya ini merupakan angin segar bagi pertumbuhan ekonomi syariah khususnya di industri keuangan. elihat ekonomi syariah di Indonesia berkembang dengan pesat, terutama di sektor industri keuangan, ternyata fenomena ini diikuti di sektor/bidang pendidikan. Sudah dipastikan keadaan ini akan sangat mendukung dan membantu percepatan laju pertumbuhan ekonomi syariah. Saat ini hampir sebagian besar perguruan tinggi baik negeri maupun swasta telah membuka jurusan/studi ekonomi Islam dan kajian atau diskusi-diskusi mengenai ekonomi Islam, seperti UI, IPB,UIN, ITB, UGM, UNHAS, Universitas Trisakti, STIE Tazkia, STIE SEBI, dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi lainnya.
Realita di atas perlu disadari bersama bahwa ekonomi Islam mempunyai cakupan yang luas, tidak hanya sekedar yang berskala makro-kelembagaan dengan model perbankan syariah ataupun asuransi syariah, tetapi lebih jauh dari itu implementasi ekonomi Islam dapat terlaksana melalui kesadaran akan perilaku individu di keluarga untuk melaksanakan ajaran Islam secara kaffah, khususnya yang berkaitan dengan nilai-nilai ekonomi. Selain dari hal di atas, yang perlu dicermati adalah bahwa kesadaran individu masyarakatnya yang mayoritas Islam akan implementsi ekonomi syariah masih kurang. Di sisi lain yang perlu dicermati juga adalah masalah regulasi dari pemerintah mengenai ekonomi syariah yang sampai sekarang belum terealisasi. Realita ini diharapkan bisa berubah yang membawa ke arah yang lebih baik menuju perekonomian rakyat jauh lebih baik, sehingga tercipta kehidupan yang adil dan sejahtera. Amiin.

Selasa, 12 April 2011

KRISIS EKONOMI INDONESIA (1998)

TAHUN 1998 menjadi saksi bagi tragedi perekonomian bangsa. Keadaannya berlangsung sangat tragis dan tercatat sebagai periode paling suram dalam sejarah perekonomian Indonesia. Mungkin dia akan selalu diingat, sebagaimana kita selalu mengingat black Tuesday yang menandai awal resesi ekonomi dunia tanggal 29 Oktober 1929 yang juga disebut sebagai malaise.
Hanya dalam waktu setahun, perubahan dramatis terjadi. Prestasi ekonomi yang dicapai dalam dua dekade, tenggelam begitu saja. Dia juga sekaligus membalikkan semua bayangan indah dan cerah di depan mata menyongsong milenium ketiga.
Selama periode sembilan bulan pertama 1998, tak pelak lagi merupakan periode paling hiruk pikuk dalam perekonomian. Krisis yang sudah berjalan enam bulan selama tahun 1997,berkembang semakin buruk dalam tempo cepat. Dampak krisis pun mulai dirasakan secara nyata oleh masyarakat, dunia usaha.
Dana Moneter Internasional (IMF) mulai turun tangan sejak Oktober 1997, namun terbukti tidak bisa segera memperbaiki stabilitas ekonomi dan rupiah. Bahkan situasi seperti lepas kendali, bagai layang-layang yang putus talinya. Krisis ekonomi Indonesia bahkan tercatat sebagai yang terparah di Asia Tenggara.
Seperti efek bola salju, krisis yang semula hanya berawal dari krisis nilai tukar baht di Thailand 2 Juli 1997, dalam tahun 1998 dengan cepat berkembang menjadi krisis ekonomi, berlanjut lagi krisis sosial kemudian ke krisis politik.
Akhirnya, dia juga berkembang menjadi krisis total yang melumpuhkan nyaris seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa. Katakan, sektor apa di negara ini yang tidak goyah. Bahkan kursi atau tahta mantan Presiden Soeharto pun goyah, dan akhirnya dia tinggalkan. Mungkin Soeharto, selama sisa hidupnya akan mengutuk devaluasi baht, yang menjadi pemicu semua itu.
Efek bola salju
Faktor yang mempercepat efek bola salju ini adalah menguapnya dengan cepat kepercayaan masyarakat, memburuknya kondisi kesehatan Presiden Soeharto memasuki tahun 1998, ketidakpastian suksesi kepemimpinan, sikap plin-plan pemerintah dalam pengambilan kebijakan, besarnya utang luar negeri yang segera jatuh tempo, situasi perdagangan internasional yang kurang menguntungkan, dan bencana alam La Nina yang membawa kekeringan terburuk dalam 50 tahun terakhir.
Dari total utang luar negeri per Maret 1998 yang mencapai 138 milyar dollar AS, sekitar 72,5 milyar dollar AS adalah utang swasta yang dua pertiganya jangka pendek, di mana sekitar 20 milyar dollar AS akan jatuh tempo dalam tahun 1998. Sementara pada saat itu cadangan devisa tinggal sekitar 14,44 milyar dollar AS.
Terpuruknya kepercayaan ke titik nol membuat rupiah yang ditutup pada level Rp 4.850/dollar AS pada tahun 1997, meluncur dengan cepat ke level sekitar Rp 17.000/dollar AS pada 22 Januari 1998, atau terdepresiasi lebih dari 80 persen sejak mata uang tersebut diambangkan 14 Agustus 1997.
Rupiah yang melayang, selain akibat meningkatnya permintaan dollar untuk membayar utang, juga sebagai reaksi terhadap angka-angka RAPBN 1998/ 1999 yang diumumkan 6 Januari 1998 dan dinilai tak realistis.
Krisis yang membuka borok-borok kerapuhan fundamental ekonomi ini dengan cepat merambah ke semua sektor. Anjloknya rupiah secara dramatis, menyebabkan pasar uang dan pasar modal juga rontok, bank-bank nasional dalam kesulitan besar dan peringkat internasional bank-bank besar bahkan juga surat utang pemerintah terus merosot ke level di bawah junk atau menjadi sampah.
Puluhan, bahkan ratusan perusahaan, mulai dari skala kecil hingga konglomerat, bertumbangan. Sekitar 70 persen lebih perusahaan yang tercatat di pasar modal juga insolvent atau nota bene bangkrut.
Sektor yang paling terpukul terutama adalah sektor konstruksi, manufaktur, dan perbankan, sehingga melahirkan gelombang besar pemutusan hubungan kerja (PHK). Pengangguran melonjak ke level yang belum pernah terjadi sejak akhir 1960-an, yakni sekitar 20 juta orang atau 20 persen lebih dari angkatan kerja.
Akibat PHK dan naiknya harga-harga dengan cepat ini, jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan juga meningkat mencapai sekitar 50 persen dari total penduduk. Sementara si kaya sibuk menyerbu toko-toko sembako dalam suasana kepanikan luar biasa, khawatir harga akan terus melonjak.
Pendapatan per kapita yang mencapai 1.155 dollar/kapita tahun 1996 dan 1.088 dollar/kapita tahun 1997, menciut menjadi 610 dollar/kapita tahun 1998, dan dua dari tiga penduduk Indonesia disebut Organisasi Buruh Internasional (ILO) dalam kondisi sangat miskin pada tahun 1999 jika ekonomi tak segera membaik.
Data Badan Pusat Statistik juga menunjukkan, perekonomian yang masih mencatat pertumbuhan positif 3,4 persen pada kuartal ketiga 1997 dan nol persen kuartal terakhir 1997, terus menciut tajam menjadi kontraksi sebesar 7,9 persen pada kuartal I 1998, 16,5 persen kuartal II 1998, dan 17,9 persen kuartal III 1998. Demikian pula laju inflasi hingga Agustus 1998 sudah 54,54 persen, dengan angka inflasi Februari mencapai 12,67 persen.
Di pasar modal, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Jakarta (BEJ) anjlok ke titik terendah, 292,12 poin, pada 15 September 1998, dari 467,339 pada awal krisis 1 Juli 1997. Sementara kapitalisasi pasar menciut drastis dari Rp 226 trilyun menjadi Rp 196 trilyun pada awal Juli 1998.
Di pasar uang, dinaikkannya suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) menjadi 70,8 persen dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) menjadi 60 persen pada Juli 1998 (dari masing-masing 10,87 persen dan 14,75 persen pada awal krisis), menyebabkan kesulitan bank semakin memuncak. Perbankan mengalami negative spread dan tak mampu menjalankan fungsinya sebagai pemasok dana ke sektor riil.
Di sisi lain, sektor ekspor yang diharapkan bisa menjadi penyelamat di tengah krisis, ternyata sama terpuruknya dan tak mampu memanfaatkan momentum depresiasi rupiah, akibat beban utang, ketergantungan besar pada komponen impor, kesulitan trade financing, dan persaingan ketat di pasar global.
Selama periode Januari-Juni 1998, ekspor migas anjlok sekitar 34,1 persen dibandingkan periode sama 1997, sementara ekspor nonmigas hanya tumbuh 5,36 persen.
Anomali
Krisis kepercayaan ini menciptakan kondisi anomali dan membuat instrumen moneter tak mampu bekerja untuk menstabilkan rupiah dan perekonomian. Sementara di sisi lain, sektor fiskal yang diharapkan bisa menjadi penggerak ekonomi, juga dalam tekanan akibat surutnya penerimaan.
Situasi yang terus memburuk dengan cepat membuat pemerintah seperti kehilangan arah dan orientasi dalam menangani krisis. Di tengah posisi goyahnya, Soeharto sempat menyampaikan konsep "IMF Plus", yakni IMF plus CBS (Currency Board System) di depan MPR, sebelum akhirnya ide tersebut ditinggalkan sama sekali tanggal 20 Maret, karena memperoleh keberatan di sana-sini bahkan sempat memunculkan ketegangan dengan IMF, dan IMF sempat menangguhkan bantuannya.
Ditinggalkannya rencana CBS dan janji pemerintah untuk kembali ke program IMF, membuat dukungan IMF dan internasional mengalir lagi. Pada 4 April 1998, Letter of Intent ketiga ditandatangani. Akan tetapi kelimbungan Soeharto, telah sempat menghilangkan berbagai momentum atau kesempatan untuk mencegah krisis yang berkelanjutan.
Bahkan memicu adrenali masyarakat, yang sebelumnya terbilang tenang menjadi beringas. Kemarahan rakyat atas ketidakberdayaan pemerintah mengendalikan krisis di tengah harga-harga yang terus melonjak dan gelombang PHK, segera berubah menjadi aksi protes, kerusuhan dan bentrokan berdarah di Ibu Kota dan berbagai wilayah lain, yang menuntun ke tumbangnya Soeharto pada 21 Mei 1998.
Tragedi berdarah ini memicu pelarian modal dalam skala yang disebut-sebut mencapai 20 milyar dollar AS, gelombang hengkang para pengusaha keturunan, rusaknya jaringan distribusi nasional, terputusnya pembiayaan luar negeri, dan ditangguhkannya banyak rencana investasi asing di Indonesia.
Munculnya pemerintahan baru yang tidak memiliki legitimasi, dan lebih sibuk dengan manuvernya untuk merebut hati rakyat, tidak banyak menolong keadaan. Pemburukan kondisi ekonomi, sosial, dan politik dengan cepat ini setidaknya terus berlangsung hingga kuartal kedua, bahkan kuartal ketiga 1998. Begitulah, kita telah menyaksikan episode terburuk perekonomian sepanjang tahun 1998.*