ETIKA BISNIS DAN CONTOH KASUS
1. Latar belakang
Ada sinyal kuat bahwa memang telah terjadi
distorsi etika dan pelanggaran kemanusiaan yang
hebat di Papua. Martabat manusia yang
seharusnya dijunjung tinggi, peradaban,
kebudayaan, sampai mata rantai penghidupan
jelas-jelas dilanggar. Ketika sistematika
kehidupan yang sangat drastis tersebut sudah
tidak bisa lagi ditahan, ledakan kemarahan
komunitas itu terjadi (Hutchins, M.J., et.al.,
2007).
Itu adalah fakta keteledoran pemerintah yang
sangat berat karena selama ini bersikap
underestimate kepada rakyat Papua. Gagasan
mendapatkan kesejahteraan dengan intensifikasi
industrialisasi nyata-nyata gagal.
Ironisnya, Freeport sebagai representasi
hegemoni peradaban industrialisasi modern yang
terkenal dengan implementasi konsep
menghargai heterogenitas dan diversitas
(Velasquez, M.G., 2006), rupa-rupanya, hanya
jargon belaka. Dua kali pekerja Freeport
melakukan aksi mogok kerja sejak Juli untuk
menuntut hak normatifnya soal diskriminasi gaji,
namun dua kali pula harus beradu otot.
1. Landasan Teori
Kata “etika” dan “etis” tidak selalu dipakai dalam
arti yang sama dan karena itu pula “etika bisnis”
bisa berbeda artinya. Etika sebagai praksis
berarti : nilai-nilai dan norma-norma moral
sejauh dipraktekkan atau justru tidak
dipraktekkan, walaupun seharusnya
dipraktekkan. Sedangkanetis, merupakansifat
daritindakan yang sesuaidengan etika. Peranan
Etika dalam Bisnis : Menurut Richard De George,
bila perusahaan ingin sukses/berhasil
memerlukan 3 hal pokok yaitu :
1.Produk yang baik
2.Managemen yang baik
3. Memiliki Etika Selama perusahaan memiliki
produk yang berkualitas dan berguna untuk
masyarakat disamping itu dikelola dengan
manajemen yang tepat dibidang produksi,
finansial, sumberdaya manusia dan lain-lain
tetapi tidak mempunyai etika, maka kekurangan
ini cepat atau lambat akan menjadi batu
sandungan bagi perusahaan tsb. Bisnis
merupakan suatu unsur mutlak perlu dalam
masyarakat modern. Tetapi kalau merupakan
fenomena sosial yang begitu hakiki, bisnis tidak
dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang
selalu harus diterima dalam pergaulan sosial,
termasuk juga aturan-aturan moral. Mengapa
bisnis harus berlaku etis ? Tekanan kalimat ini
ada pada kata “harus”. Dengan kata lain,
mengapa bisnis tidak bebas untuk berlaku etis
atau tidak? Tentu saja secara faktual, telah
berulang kali terjadi hal-hal yang tidak etis
dalam kegiatan bisnis, dan hal ini tidak perlu
disangkal, tetapi juga tidak perlu menjadi fokus
perhatian kita. Pertanyaannya bukan tentang
kenyataan faktual, melainkan tentang
normativitas : seharusnya bagaimana dan apa
yang menjadi dasar untuk keharusan itu.
Mengapa bisnis harus berlaku etis, sebetulnya
sama dengan bertanya mengapa manusia pada
umumnya harus berlaku etis. Bisnis disini hanya
merupakan suatu bidang khusus dari kondisi
manusia yang umum. Jawabannya ada tiga
yaitu :
Tuhan melalui agama/
kepercayaan yang dianut,
diharapkan setiap pebisnis akan
dibimbing oleh iman
kepercayaannya, dan menjadi
tugas agama mengajak para
pemeluknya untuk tetap
berpegang pada motivasi moral.
Kontrak Sosial, umat manusia
seolah-olah pernah mengadakan
kontrak yang mewajibkan setiap
anggotanya untuk berpegang
pada norma-norma moral, dan
kontrak ini mengikat kita sebagai
manusia, sehingga tidak ada
seorangpun yang bisa
melepaskan diri daripadanya.
Keutamaan, Menurut Plato dan
Aristoteles, manusia harus
melakukan yang baik, justru
karena hal itu baik. Yang baik
mempunyai nilai intrinsik,
artinya, yang baik adalah baik
karena dirinya sendiri.
Keutamaan sebagai disposisi
tetap untuk melakukan yang
baik, adalah penyempurnaan
tertinggi dari kodrat manusia.
Manusia yang berlaku etis adalah
baik begitu saja, baik secara
menyeluruh, bukan menurut
aspek tertentu saja.
1. Pengertian MNC (Multinational Corporation)
Multinational Corporations (MNCs), term ini
memilki beberapa definisi, yang pertama
menandakan adanya internasionalisasi
managemen dan kepemilikan saham tidak lagi
berperan. Kedua, sebagian besar aktivitas MNCs
telah melintasi batas kedaulatan negara. MNCs,
tidak diragukan lagi merupakan aktor non-negara
yang memiliki peran sangat besar dalam dunia
internasional dan juga sangat
kontroversial. Jadi dapat disimpulkan,
bahwa MNC adalah sebuah perusahaan
internasional atau transnasional yang berkantor
pusat di satu negara tetapi kantor cabang di
berbagai negara maju dan berkembang.
Contohnya termasuk General Motors, Coca-Cola,
Firestone, Philips, Volkswagen, British Petroleum,
Exxon, Freeport dan ITT. Sebuah perusahaan
akan menjadi perusahaan multinasional
berdasarkan keuntungan untuk mendirikan
produksi dan kegiatan lainnya di lokasi asing.
1. Ciri-ciri MNC
Perusahaan harus membuat
keputusan-keputusan mengenai
pendapatan proyek dalam
berbagai jenis valas yang akan
mempengaruhi berbagai operasi
perusahannya.
MNC mengambil keputusan-
keputusan berkaitan dengan
strategi penetrasi pasar,
pemilihan operasional di luar
negeri serta aktivitas produksi,
marketing dan keuangan yang
paling efisien bagi perusahaan
secara keseluruhan.
1. Perumusan Masalah
PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan
perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan
Copper & Gold Inc. . PTFI menambang,
memproses dan melakukan eksplorasi terhadap
bijih yang mengandung tembaga, emas dan
perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi di
Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia.
Kami memasarkan konsentrat yang mengandung
tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru
dunia.
PT Freeport Indonesia merupakan jenis
perusahaan multinasional (MNC),yaitu
perusahaan internasional atau transnasional
yang berkantor pusat di satu negara tetapi
kantor cabang di berbagai negara maju dan
berkembang..
Contoh kasus pelanggaran etika yang dilakukan
oleh PT. Freeport Indonesia :
Mogoknya hampir seluruh pekerja
PT Freeport Indonesia (FI)
tersebut disebabkan perbedaan
indeks standar gaji yang
diterapkan oleh manajemen pada
operasional Freeport di seluruh
dunia. Pekerja Freeport di
Indonesia diketahui mendapatkan
gaji lebih rendah daripada
pekerja Freeport di negara lain
untuk level jabatan yang sama.
Gaji sekarang per jam USD 1,5–
USD 3. Padahal, bandingan gaji
di negara lain mencapai USD 15–
USD 35 per jam. Sejauh ini,
perundingannya masih menemui
jalan buntu. Manajemen Freeport
bersikeras menolak tuntutan
pekerja, entah apa dasar
pertimbangannya.
Biaya CSR kepada sedikit rakyat
Papua yang digembor-gemborkan
itu pun tidak seberapa karena
tidak mencapai 1 persen
keuntungan bersih PT FI. Malah
rakyat Papua membayar lebih
mahal karena harus menanggung
akibat berupa kerusakan alam
serta punahnya habitat dan
vegetasi Papua yang tidak
ternilai itu. Biaya reklamasi
tersebut tidak akan bisa
ditanggung generasi Papua
sampai tujuh turunan. Selain
bertentangan dengan PP 76/2008
tentang Kewajiban Rehabilitasi
dan Reklamasi Hutan, telah
terjadi bukti paradoksal sikap
Freeport (Davis, G.F., et.al.,
2006).
Kestabilan siklus operasional
Freeport, diakui atau tidak,
adalah barometer penting
kestabilan politik koloni Papua.
Induksi ekonomi yang terjadi dari
berputarnya mesin anak
korporasi raksasa Freeport-
McMoran tersebut di kawasan
Papua memiliki magnitude luar
biasa terhadap pergerakan
ekonomi kawasan, nasional,
bahkan global.
Sebagai perusahaan berlabel MNC (multinational
company) yang otomatis berkelas dunia, apalagi
umumnya korporasi berasal dari AS, pekerja
adalah bagian dari aset perusahaan. Menjaga
hubungan baik dengan pekerja adalah suatu
keharusan. Sebab, di situlah terjadi hubungan
mutualisme satu dengan yang lain. Perusahaan
membutuhkan dedikasi dan loyalitas agar
produksi semakin baik, sementara pekerja
membutuhkan komitmen manajemen dalam hal
pemberian gaji yang layak.
Pemerintah dalam hal ini pantas malu. Sebab,
hadirnya MNC di Indonesia terbukti tidak
memberikan teladan untuk menghindari
perselisihan soal normatif yang sangat
mendasar. Kebijakan dengan memberikan
diskresi luar biasa kepada PT FI, privilege
berlebihan, ternyata sia-sia.
Berkali-kali perjanjian kontrak karya dengan PT
FI diperpanjang kendati bertentangan dengan UU
Nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pertambangan dan sudah diubah dengan
UU Nomor 4/2009 tentang Minerba. Alasan yang
dikemukakan hanya klasik, untuk menambah
kocek negara. Padahal, tidak terbukti secara
signifikan sumbangan PT FI benar-benar untuk
negara. Kalimat yang lebih tepat, sebetulnya,
sumbangan Freeport untuk negara Amerika,
bukan Indonesia.
Justru negara ini tampak dibodohi luar biasa
karena PT FI berizin penambangan tembaga,
namun mendapat bahan mineral lain, seperti
emas, perak, dan konon uranium. Bahan-bahan
itu dibawa langsung ke luar negeri dan tidak
mengalami pengolahan untuk meningkatkan
value di Indonesia. Ironisnya, PT FI bahkan tidak
listing di bursa pasar modal Indonesia, apalagi
Freeport-McMoran sebagai induknya.
Keuntungan berlipat justru didapatkan oleh PT FI
dengan hanya sedikit memberikan pajak PNBP
kepada Indonesia atau sekadar PPh badan dan
pekerja lokal serta beberapa tenaga kerja asing
(TKA). Optimis penulis, karena PT FI memiliki
pesawat dan lapangan terbang sendiri, jumlah
pasti TKA itu tidak akan bisa diketahui oleh
pihak imigrasi.
Kasus PT. Freeport Indonesia ditinjau dari
berbagai teori etika bisnis :
Teori etika utilitarianisme
Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti
“bermanfaat”.
Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik
jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus
menyangkut bukan saja satu dua orang
melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Berdasarkan teori utilitarianisme, PT.Freeport
Indonesia dalam hal ini sangat bertentangan
karena keuntungan yang di dapat tidak
digunakan untuk mensejahterakan masyarakat
sekitar, melainkan untuk Negara Amerika.
Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali
teori hak ini adalah pendekatan yang paling
banyak dipakai untuk mengevaluasi baik
buruknya suatu perbuatan atau perilaku.
Teori Hak merupakan suatu aspek dari teori
deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban.
Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang
logam yang sama.
Hak didasarkan atas martabat manusia dan
martabat semua manusia itu sama. Karena itu
hak sangat cocok dengan suasana pemikiran
demokratis.
Dalam kasus ini, PT Freeport Indonesia sangat
tidak etis dimana kewajiban terhadap para
karyawan tidak terpenuhi karena gaji yang
diterima tidak layak dibandingkan dengan pekerja
Freeport di Negara lain. Padahal PT Freeport
Indonesia merupakan tambang emas dengan
kualitas emas terbaik di dunia.
1. Kesimpulan
Dari pembahasan dalam bab sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa PT Freeport Indonesia telah
melanggar etika bisnis dimana, upah yang
dibayar kepada para pekerja dianggap tidak
layak dan juga telah melanggar UU Nomor
11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan yang sudah diubah dengan UU
Nomor 4/2009 tentang Minerba. Karena PT FI
berizin penambangan tembaga, namun mendapat
bahan mineral lain, seperti emas, perak, dan
konon uranium. Selain bertentangan dengan PP
76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan
Reklamasi Hutan, telah terjadi bukti paradoksal
sikap Freeport (Davis, G.F., et.al., 2006).
Selasa, 05 November 2013
ETIKA PROFESI AKUNTANSI
PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS
·
Lingkungan Bisnis yang
Mempengaruhi Perilaku Etika
Banyak perusahaan yang kurang sukses dalam berusaha dikarenakan
kurang jujur terhadap konsumen dan tidak menjaga atau memelihara kepercayaan
yang telah diberikan oleh konsumen. Dalam hal ini peran manajer sangat penting
dalam mengambil keputusan-keputusan bisnis secara etis.
Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perilaku etika dalam
bisnis, yaitu :
1. Lingkungan Bisnis
Seringkali para eksekutif perusahaan dihadapkan pada suatu dilema yang
menekannya, seperti misalnya harus mengejar kuota penjualan, menekan
ongkos-ongkos, peningkatan efrisiensi dan bersaing. Dipihak lain eksekutif
perusahaan juga harus bertanggung jawab terhadap masyarakat agar kualitas
barang terjaga, harga barang terjangkau. Disini nampak terdapat dua hal yang
bertentangan harus dijalankan misalnya, menekan ongkos dan efisiensi tetapi
harus tetap meningkatkan kualitas produk. Eksekutif perusahaan harus pandai
mengambil keputusan etis yang tidak merugikan perusahaan.
2. Organisasi
Secara umum, anggota organisasi itu sendiri saling mempengaruhi satu
dengan yang lainnya (proses interaktif). Dilain pihak organisasi terhadap
individu harus tetap berprilaku etis, misalnya masalah pengupahan, jam kerja
maksimum.
3. Individu
Seseorang yang memiliki filosofi moral, dalam bekerja dan berinteraksi
dengan sesama akan berprilaku etis. Prinsip-prinsip yang diterima secara umum
dapat dipelajari/diperoleh dari interaksi dengan teman, famili, dan kenalan.
Dalam bekerja, individu harus memiliki tanggung jawab moral terhadap hasil
pekerjaannya yang menjaga kehormatan profesinya. Bahkan beberapa profesi
memiliki kode etik tertentu dalam pekerjaan.
Kode etik diperlukan untuk hal seperti berikut :
a. Untuk menjaga
keselarasan dan konsistensi antara gaya manajemen strategis dan kebijakan dalam
pengembangan usaha di satu pabrik dengan pengembangan sosial ekonomi dipihak
lain.
b. Untuk
menciptakan iklim usaha yang bergairah dan suasana persaingan yang sehat.
c. Untuk
mewujudkan integritas perusahaan terhadap lingkungan, masyarakat dan
pemerintah.
d. Untuk
menciptakan keterangan, kenyamanan dan keamanan batin bagi perusahaan/investor
serta bagi para karyawan.
e. Untuk dapat
mengangkat harkat perusahaan nasional di dunia perdagangan internasional.
·
Saling Ketergantungan
Antara Bisnis dan Masyarakat
Bisnis melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak
kelompok orang yang dikenal sebagai stakeholders, yaitu pelanggan, tenaga
kerja, stockholders, suppliers, pesaing, pemerintah dan komunitas. Oleh karena
itu para pebisnis harus mempertimbangkan semua bagian dari stakeholders dan
bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan, penyalur, pesaing, tenaga kerja dan
bahkan pemegang saham adalah pihak yang sering berperan untuk keberhasilan
dalam berbisnis.
Lingkungan bisnis yang mempengaruhi perilaku etika
adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro. Lingkungan makro yang dapat
mempengaruhi kebiasaan yang tidak etis yaitu bribery, coercion, deception,
theft, unfair dan discrimination. Maka dari itu dalam perspektif mikro, bisnis
harus percaya bahwa dalam berhubungan dengan supplier atau vendor, pelanggan
dan tenaga kerja atau karyawan.
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma
yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa
dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya,
baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap
masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola
hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika
bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini
tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang
terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah
berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya
etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh
tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan
hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya,
ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan,
karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian
yang seimbang.
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat,
bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki
oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu
terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi
pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup
keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis
harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab
terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian
terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan,
pemberian latihan keterampilan, dan lain sebagainya.
Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis
yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan
dengan masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Hal ini dapat
dipandang sebagai etika pergaulan bisnis. Seperti halnya manusia pribadi juga
memiliki etika pergaulan antar manusia, maka pergaulan bisnis dengan masyarakat
umum juga memiliki etika pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis. Etika
pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal antara lain adalah :
1. Hubungan antara bisnis dengan langganan / konsumen
Hubungan antara bisnis dengan langgananya merupakan hubungan yang
paling banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika
pergaulanya secara baik. Adapun pergaulannya dengan langganan ini dapat disebut
disini misalnya saja :
a. Kemasan yang
berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan
perbandingan harga terhadap produknya.
b. Bungkus atau
kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya, sehingga
produsen perlu menberikan penjelasan tentang isi serta kandungan atau zat-zat
yang terdapat didalam produk itu.
c. Pemberian
servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi
suatu bisnis. Sangatlah tidak etis suatu bisnis yang menjual produknya yang
ternyata jelek (busuk) atau tak layak dipakai tetap saja tidak mau mengganti
produknya tersebut kepada pembelinya.
2. Hubungan dengan karyawan
Manajer yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya
sering kali harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya.
Pergaulan bisnis dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan
(recruitment), Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer,
demosi (penurunan pangkat) maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan
hubungan kerja). Didalam menarik tenaga kerja haruslah dijaga adanya penerimaan
yang jujur sesuai dengan hasil seleksi yang telah dijalankan. Sering kali
terjadi hasil seleksi tidak diperhatikan akan tetapi yang diterima adalah
peserta atau calon yang berasal dari anggota keluarga sendiri.
3. Hubungan antar bisnis
Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan
perusahan yang lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan
para pesaing, grosir, pengecer, agen tunggal maupun distributor. Dalam kegiatan
sehari-hari tentang hubungan tersebut sering terjadi benturan-benturan
kepentingan antar kedunya. Dalam hubungan itu tidak jarang dituntut adanya
etika pergaulan bisnis yang baik.
4. Hubungan dengan Investor
Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan
atau telah “go publik” harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur
dari bisnisnya kepada para insvestor atau calon investornya. Informasi yang
tidak jujur akan menjerumuskan para investor untuk mengambil keputusan
investasi yang keliru. Dalam hal ini perlu mandapat perhatian yang serius
karena dewasa ini di Indonesia sedang mengalami lonjakan kegiatan pasar modal.
Banyak permintaan dari para pengusaha yang ingin menjadi emiten yang akan
menjual sahamnya kepada masyarakat. Dipihak lain masyarakat sendiri juga sangat
berkeinginan untuk menanamkan uangnya dalam bentuk pembelian saham ataupun
surat-surat berharga yang lain yang diemisi oleh perusahaan di pasar modal.
Oleh karena itu masyarakat calon pemodal yang ingin membeli saham haruslah
diberi informasi secara lengkap dan benar terhadap prospek perusahan yang go
public tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan
terhadap informasi terhadap hal ini.
5. Hubungan dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya
merupakan hubungan pergaulan yang bersifat finansial. Hubungan ini merupakan
hubungan yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan. Laporan finansial
tersebut haruslah disusun secara baik dan benar sehingga tidak terjadi
kecendrungan kearah penggelapan pajak atau sebagianya. Keadaan tersebut
merupakan etika pergaulan bisnis yang tidak baik.
·
Kepedulian pelaku bisnis
terhadap etika
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan
hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih
kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku
bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess
demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak
memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi,
dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan
memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung
jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya,
terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
antara lain ialah
1. Pengendalian
diri Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak
yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak
memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku
bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan
menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan
menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu
merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan
kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etis”.
2. Pengembangan
tanggung jawab sosial (social responsibility). Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan
masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan
lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh
pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya
excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan
tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda.
Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan
memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
3. Mempertahankan
jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi Bukan berarti
etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan
teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan
yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi
informasi dan teknologi.
4. Menciptakan
persaingan yang sehat. Persaingan dalam
dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan
tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan
yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga
dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap
perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada
kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan
konsep “pembangunan berkelanjutan” Dunia
bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi
perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini
jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-”ekspoitasi” lingkungan dan keadaan
saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan
dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh
keuntungan besar.
6. Menghindari
sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita
yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan
segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang
mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu
menyatakan yang benar itu benar Artinya,
kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai
contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece”
dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga
jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada
pihak yang terkait.
·
Perkembangan Dalam Etika
Bisnis
Diakui bahwa sepanjang sejarah kegiatan
perdagangan atau bisnis tidak pernah lluput dari sorotan etika. Perhatian etika
untuk bisnis dapat dikatakan seumur dengan bisnis itu sendiri. Perbuatan menipu
dalam bisnis , mengurangi timbangan atau takaran, berbohong merupakan
contoh-contoh kongkrit adanya hubungan antara etika dan bisnis. Namun denikian
bila menyimak etika bisnis sperti dikaji dan dipraktekan sekarang, tidak bisa
disangkal bahwa terdapat fenomena baru dimana etika bisnis mendapat perhatian
yang besar dan intensif.
Etika bisnis
mencapai status ilmiah dan akademis dengan identitas sendiri, pertama kali
timbul di amrika srikat pada tahun 1970-an. Untuk memahaminya, menurut Richard
De George, pertama-tama perlu membedakan antara ethics in business dan business
ethics.
Di
amerika serikat dan dunia barat pada umumnya ditandai oleh pemberontakan
terhadap kuasa dan otoritas penolakan terhadap establishment yang diperkuat
oleh situasi demoralisasi baik dalam bidang polotik, sosial, lingkungan dan
ekonomi. Pada saat ini juga timbul anti konsumerisme. Dengan situasi dan
kondisi seperti ini, dunia pendidikan memberikan respon dengan cara yang
berbeda-beda, salah satunya adalah memberikan perhatian khusus kepada sosial
issue dalam kuliah manajemen.
Masa
lahirnya etika bisnis terdapat dua faktor yang mendorong kelahiran etika bisnis
pada tahun 1970-an. Pertama sejumlah filosof mulai terlibat dalam memikirkan
masalah-masalah sekitar bisnis dan etika bisnis sebagai suatu tanggapan atas
krisis moral yang sedang melputi dunia bisnis di Amerika Serikat. Kedua
terjadinya krisis moral yang dialami oleh dunia bisnis. Pada saat ini mereka
bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan manejemen dalam meneruskan
tendensi etika terapan. Masa eika bisnis melus ke Eropa, etika bisnis mulai
merambah dan berkembang setelah sepuluh tahun kemudian. Hal ini pertama-tama
ditandai dengan semakin banyaknya perguruan tinggi di Eropa Barat yang
mencantumkan mata kuliah etika bisnis. Pada taun1987 didirkan pula European
Ethics Nwork (EBEN) yang bertujuan menjadi forum pertemuan antara akademisi dari
universitas, sekolah bisnis, para pengusaha dan wakil-wakil dari organisasi
nasional da nternasional.
Masa
etika bisnis menjadi fenomena global pada tahun 1990-an, etika bisnis telah
menjadi fenomena global dan telah bersifat nasional, internasional dan global
seperti bisnis itu sendiri. Etika bisnis telah hadir di Amerika Latin , ASIA,
Eropa Timur dan kawasan dunia lainnya. Di Jepang yang aktif melakukan kajian
etika bisnis adalah institute of moralogy pada universitas Reitaku di
Kashiwa-Shi. Di india etika bisnis dipraktekan oleh manajemen center of human
values yang didirikan oleh dewan direksi dari indian institute of manajemen di
Kalkutta tahun 1992. Di indonesia sendiri pada beberape perguruan tinggi
terutama pada program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah etika isnis.
Selain itu bermunculan pula organisasi-organisasi yang melakukan pengkajian
khusus tentang etika bisnis misalnya lembaga studi dan pengembangan etika usaha
indonesia (LSPEU Indonesia) di jakarta.
·
Etika Bisnis Dalam Akuntansi
Profesi
akuntan publik bisa dikatakan sebagai salah satu profesi kunci di era
globalisasi untuk mewujudkan era transparansi bisnis yang fair, oleh karena itu
kesiapan yang menyangkut profesionalisme mensyaratkan tiga hal utama yang harus
dipunyai oleh setiap anggota profesi yaitu: keahlian, berpengetahuan dan
berkarakter. Karakter menunjukkan personality seorang profesional
yang diantaranya diwujudkan dalam sikap dan tindakan etisnya. Sikap dan
tindakan etis akuntan publik akan sangat menentukan posisinya di masyarakat
pemakai jasa profesionalnya. Profesi juga dapat dirumuskan sebagai pekerjaan
yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan
keterampilan yang tinggi serta dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang
mendalam.Untuk menegakkan akuntansi sebagai sebuah profesi yang etis,
dibutuhkan etika profesi dalam mengatur kegiatan profesinya. Etika profesi itu
sendiri, dalam kerangka etika merupakan bagian dari etika sosial. Karena etika
profesi menyangkut etika sosial, berarti profesi (dalam hal ini profesi
akuntansi) dalam kegiatannya pasti berhubungan dengan orang/pihak lain
(publik). Dalam menjaga hubungan baik dengan pihak lain tersebut akuntan
haruslah dapat menjaga kepercayaan publik.
Dalam
menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik
profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan
pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi
dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat
atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya,
tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.
Kamis, 04 April 2013
TUGAS BAHASA INGGRIS BISNIS
Nama Kelompok :
1. Intan
Arditha (23210558)
2. Nurul
Hasanah (25210215)
3. Rifqa
Sari Adly (25210937)
Kelas :
3EB09
Istilah-istilah akuntansi
E
· Efek
/ surat berharga = Marketable securities
F
· Faktur = Invoice
· Faktur
pembelian = Purchase invoice
· Formulir
laporan = Report form
· Faktur
penjualan = Sales invoice
· Faktur
pajak = Tax invoice
Jumat, 18 Januari 2013
BAHASA INDONESIA 2
CONTOH KERANGKA KARANGAN
Tema : Akuntansi
Judul : Akuntansi Untuk Penggabungan Suatu Usaha
1. Pengertian
1.1 Sejarah dan Definisi Penggabungan Suatu Usaha
1.1 Sejarah dan Definisi Penggabungan Suatu Usaha
2. Jenis dan Bentuk Penggabungan
Usaha
2.1 Jenis-jenis Penggabungan Usaha
2.2 Bentuk-bentuk Penggabungan Usaha
2.1 Jenis-jenis Penggabungan Usaha
2.2 Bentuk-bentuk Penggabungan Usaha
3. Sifat Penggabungan Usaha
3.1 Horizontal
integration
3.2 Vertical
integration
3.3 Conglomeration
4. Metode
Akuntansi Untuj Penggabungan Suatu Usaha
4.1 Metode Penyatuan Kepemilikan
4.2 Metode Pembelian
4.3 Perbandingan antara Metode
Penyatuan Kepemilikan dan Metode Pembelian
Akuntansi Untuk Penggabungan Suatu
Usaha
1. Pengertian
1.1 Sejarah dan Definisi Penggabungan Suatu Usaha
1.1 Sejarah dan Definisi Penggabungan Suatu Usaha
Dunia usaha semakin lama semakin
berkembang dan persaingan dalam jenis produk, mutu produk, maupun pemasarannya
semakin ramai dan ketat sehingga seringkali timbul persaingan yang tidak sehat
dan saling mengalahkan.
Untuk mengatasi adanya saling
merugikan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain, perlu
kiranya diadakan suatu bentuk kerja sama yang saling menguntungkan. Salah satu
bentuk kerjasama yang dapat ditempuh adalah dengan melalui penggabungan usaha
antara dua atau lebih perusahaan dengan perusahaan yang lain baik yang sejenis
maupun yang tidak sejenis.
Berdasarkan pernyataan standar
akuntansi keuangan (PSAK) No.22 paragraf 08 tahun 1999:
”Penggabungan usaha (business
combination) adalah pernyataan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi
satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan (uniting wiith)
perusahaan lain atau memperoleh kendali (control) atas aktiva dan operasi
perusahaan lain”
Sedangkan menurut Hadori Yunus
(1981 : 224), pengertiannya adalah sebagai berikut:
”Penggabungan badan usaha adalah usaha untuk menggabungkan suatu perusahaan dengan satu atau lebih perusahaan lain ke dalam satu kesatuan ekonomis.”
”Penggabungan badan usaha adalah usaha untuk menggabungkan suatu perusahaan dengan satu atau lebih perusahaan lain ke dalam satu kesatuan ekonomis.”
Dari definisi di atas, dapat
diambil kesimpulan bahwa penggabungan usaha merupakan usaha pengembangan atau
perluasan perusahaan dengan cara menyatukan perusahaan dengan satu atau lebih
perusahaan lain menjadi satu kesatuan ekonomi.
2. Jenis dan Bentuk
Penggabungan Usaha
2.1 Jenis-jenis Penggabungan Usaha
2.1 Jenis-jenis Penggabungan Usaha
- Akuisisi (acquisition) adalah suatu penggabungan usaha dimana salah satu perusahaan, yaitu pengakuisisi (acquiree), dengan memberikan aktiva tertentu, mengakui suatu kewajiban, atau mengeluarkan saham.
- Penyatuan kepemilikan (uniting of interest/pooling of interest) adalah suatu penggabungan usaha dimana para pemegang saham perusahaan yang bergabung bersama-sama menyatukan kendali atas seluruh, atau secara efektif seluruh aktiva neto dan operasi kendali perusahaan yang bergabung tersebut dan selanjutnya memikul bersama segala resiko dan manfaat yang melekat pada entitas gabungan, sehingga tidak ada pihak yang dapat diidentifikasi sebagai perusahaan pengakuisisi (acquirer).
2.2
Bentuk-bentuk Penggabungan Usaha
Dari segi hukumnya, penggabungan usaha dibagi menjadi :
- Merger, yaitu penggabungan usaha dengan cara
satu perusahaan membeli perusahaan lain yang kemudian perusahaan yang dibelinya
tersebut menjadi anak perusahaannya atau dibubarkan. Perusahaan yang dibelinya
sudah tidak mempunyai status hukum lagi dan yang mempunyai status hukum adalah
perusahaan yang membelinya.
- Konsolidasi, merupakan bentuk lain dari merger,
yaitu penggabungan usaha dengan cara satu perusahaan bergabung dengan
perusahaan lain membentuk satu perusahaan baru.
- Afiliasi, yaitu penggabungan usaha dengan cara
membeli sebagian besar saham atau seluruh saham perusahaan lain untuk
memperoleh hak pengendalian (controlling interest). Perusahaan yang dikuasai
tersebut tidak kehilangan status hukumnya dan masih beroperasi sebagaimana
perusahaan lainnya.
3. Sifat Penggabungan Usaha
3.1 Horizontal integration
Adalah penggabungan
perusahaan-perusahaan dalam lini usaha atau pasar yang sama, misalnya
perusahaan consumer product bergabung dengan perusahaan consumer product juga.
3.2 Vertical integration
Adalah penggabungan dua atau
lebih perusahaan dengan operasi yang berbeda, secara berturut-turut, tahapan
produksi dan atau distribusi yang sama, misalnya Merck & Co salah satu
produsen obat terbesar, mengakuisisi Medco Containment Services, Inc,
distributor obat-obatan dokter.
3.3 Conglomeration
Adalah penggabungan
perusahaan-perusahaan dengan produk dan atau jasa yang tidak saling berhubungan
dan bermacam-macam.
4. Metode
Akuntansi Untuk Penggabungan Suatu Usaha
4.1 Metode Penyatuan Kepemilikan
Kepemilikan perusahaan yang
bergabung secara relatif tetap tidak berubah. Aktiva , kewajiban dan laba
ditahan dimasukkan dalam entitas gabungan sebesar nilai bukunya.
4.2 Metode Pembelian
Perusahaan mencatat
aktiva yang dibeli dan jumlah kewajiban yang ditanggung sebesar nilai wajar
yang berada dipasar. Kelebihan biaya perolehan dari nilai wajar aktiva
dialokasikan ke goodwill dan diamortisasi.
4.3 Perbandingan antara Metode Penyatuan Kepemilikan dan Metode
Pembelian
Berdasarkan metode penyatuan,
investasi perusahaan dicatat sebesar nilai buku dari aktiva bersih. Sedangkan
pada metode pembelian, investasi perusahaan dicatat sebesar nilai pasar saham
yang diterbitkan. Laba ditahan antara kedua perusahaan digabung dalam ayat
jurnal untuk mencatat penerbitan saham berdasarkan metode penyatuan
kepemilikan.
Langganan:
Postingan (Atom)